Mengalir Bersama Bang Alir


Pertemuan perdana saya dengan Bang Alir, demikian biasa saya memanggilnya, terjadi pada awal 2009. Ketika itu saya masih tergabung di KOGAMI, NGO yang fokus pada mitigasi bencana. Saya dapat amanat untuk mendorong Perda Penanggulangan Bencana di Pesisir Selatan (Pessel). Bang Alir menjadi salah seorang yang paling sering saya mintakan pendapatnya.

Sebermula, saya pikir bertemu Bang Alir akan ribet. Mengingat kesibukannya sebagai Ketua DPRD Pessel. Pertemuan ini banyak dibantu oleh Ady Gunawan, Ketua Paguyuban Warga Sunda (PWS) Sumbar, di mana Bang Alir diangkat sebagai Pembina PWS Pessel. Tenyata orangnya ramah dan terbuka. Obrolan singkat yang saya prediksi menjadi diskusi sekitar 2 jam. Itu pun berulang sekitar 3 kali lagi.

Seingat saya, kentalnya perhatian Bang Alir terhadap warga pendatang, membuat dirinya menjadi satu-satunya sosok yang ‘dihalo-halokan’ di warga Sunda yang bermukim di Sumbar ketika ajang Pileg 2009 berlangsung. Bang Alir juga sempat menjadi Pembina Ikatan Keluarga Sriwijawa di Pessel pada tahun 2006-2009. Alhamdulillah Bang Alir kemudian terpilih sebagai senator dari Sumbar.

Garis tangan mempertemukan saya dengan Bang Alir kembali. Revi Marta Dasta, senior saya di HMI, ternyata dipercaya sebagai tenaga ahli-nya. Ketika itu saya baru hijrah ke Jakarta, dan tersangkut sebagai tim teknis salah satu direktorat di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional. Jarak Sudirman-Senayan yang cuma sepelemparan batu membuat saya acap ngopi-ngopi sore di ruang tamu kantor Bang Alir. Ada tiga peserta rutin ngopi sore itu, yaitu saya, Bang Revi dan Bang Adli. Terkadang Irvan, tenaga ahlinya Emma Yoanna juga terlibat.

Yang paling seru, ya jika Bang Alir ikut bergabung. Maka obrolan sore itu akan menjadi serius. Tidak ada lagi topik remeh-temeh. Bang Alir paling sering bicara kemajuan Pessel, industri otak Minangkabau dan penguatan peran DPD RI. "Jangan jadi pemuda yang penakut akan kegagalan. Pemuda harus tampil menjadi pemimpin perubahan bukan lagi hanya jadi agen perubahan,pesan Bang Alir, yang berkecimpung di dunia organisasi sejak dari pengurus OSIS SMA Tarusan.

Namun topik favoritnya adalah perihal pemekaran Renah Indojati. Bagi putera kelahiran Gurun Panjang, Pessel, pemekaran merupakan solusi terbaik untuk percepatan pembangunan di kawasan  Inderapura, Tapan, Lunang dan Silaut. Sebagaimana lazimnya daerah  perbatasan yang jauh dari ibukota kabupaten, pembangunan di 4 kawasan tersebut memang tertinggal.

Setahu saya, sejak menjabat ketua DPRD Pessel, Bang Alir sudah memperjuangkan pemekaran Renah Indojati. Geliatnya kian men-tsunami, ketika menjadi Ketua Komite I DPD yang membidangi Otonomi Daerah, Politik, Hukum dan HAM. Komunikasi yang intens dan sinergi antara Bang Alir dengan Raswin, ketua percepatan pemekaran Renah Indojati, yang didukung masyarakat menjadi kunci utama untuk mendobrak palang-palang penghalang.

Sebagai mantan wartawan Harian Singgalang, Bang Alir dekat dengan para jurnalis. Kedekatan ini sangat penting untuk mendorong dan mengawal wacana pemekaran Renah Indojati di aras media massa. Lolosnya status DOB Renah Indojati mulai dari DPRD Ka­bu­paten, DPRD Provinsi, DPD RI, Kemendagri tidak bisa dilepaskan dari kepiawaian lobby Bang Alir. Segenap energi masyarakat; waktu, tenaga, pemikiran dan dana – telah terkuras selama bertahun-tahun untuk melengkapi per­syaratan dokumen DOB tersebut.
 
Saya tahu ikhwal ini. Karena dua tahun sebelum  Pileg 2014, saya sempat menjadi tenaga ahli bagi Eko Sarjono Putro anggota DPR dari Fraksi Golkar yang ditempatkan di Komisi II DPR. Menjelang Pileg, selain perihal UU Pilkada dan UU Pemda, perihal DOB memang dibahas maraton.

Beberapakali Komisi II DPR, DPD dan Mendagri menggelar rapat bersama. Ketua Tim Kerja RUU DOB DPD RI adalah Farouq Muhammad Syechbubakar, senator asal NTB, yang kini diamanahi sebagai Wakil Ketua DPD. Namun sering pula dalam rapat-rapat tersebut saya bertemu Bang Alir, atau minimal tenaga ahlinya. “Kalau masyarakat minta 10, kita kasih 11,” kata Bang Alir sambil tertawa.

Sayangnya, akibat intrik politik di tingkat pusat, UU Renah Indojati tidak jadi disahkan. Karenanya, majunya Alirman Sori dan Raswin sebagai Cabup dan Cawabup Pessel kental nian aroma penuntasan pemekaran Renah Indojati. Saya menduga hal ini sudah menjadi masalah personal bagi Bang Alir, semacam obsesi sekaligus beban moral bagi dirinya. 
  
Akhir kata saya mengucapkan selamat berjuang untuk Bang Alir dan Bang Rawin dalam gelanggang ritual demokrasi Pessel. Semoga cita-cita mereka untuk membangun masyarakat Pessel yang lebih sejahtera dapat lekas tercapai.

0 komentar:

Posting Komentar